Ayat tentang Poligami
. Dan, jika kamu khawatir bahwa kamu tak akan dapat berlaku adil
terhadap
anak-anak yatim, maka kawinilah perempuan-perempuan *lainnya* yang kamu
sukai; dua, atau tiga, atau empat; akan tetapi, *a*jika kamu
khawatir
kamu tak akan dapat berlaku adil, maka *kawinilah *seorang perempuan
saja,
atau *kawinilah* yang dimiliki tangan kananmu.561 Cara demikian itu
lebih
dekat untuk kamu supaya tidak berbuat aniaya.
dan berikut tafsirnya :
560. Ayat ini penting sekali, oleh karena ayat ini mengizinkan poligami
dalam keadaan tertentu. Islam memperkenankan (walaupun tentu saja tidak
menganjurkan atau mendorong) seorang laki-laki, beristri lebih dari
satu
sampai empat orang pada satu waktu. Karena izin ini telah diberikan
sehubungan dengan masalah anak-anak yatim, maka haruslah diartikan
bahwa hal
itu, pertama-tama didasarkan pada soal pengurusan golongan masyarakat
yang
paling terlantar itu. Ada peristiwa-peristiwa ketika kepentingan
anak-anak
yatim, hanya mungkin dapat dilindungi dengan jalan mengawini seorang
atau
lebih dari seorang dari antara perempuan-perempuan asuhan atau dari
antara
perempuan-perempuan lain menurut tuntutan keadaan. Walaupun ayat ini
menyebutkan poligami sehubungan dengan masalah anak-anak yatim, namun
suasana lain dapat timbul, saat poligami dapat menjadi satu obat yang
diperlukan untuk mengobati beberapa keburukan sosial atau moral. Jika
hanya
tujuan-tujuan pernikahan itu sendiri diperhatikan, maka izin itu
nampaknya
tidak hanya dibenarkan, malah ada kalanya sangat tepat dan bahkan
perlu; ya,
dalam kasus-kasus demikian, justru jika tidak memanfaatkan izin ini,
niscaya
akan dapat merugikan kepentingan individu dan masyarakat. Menurut
Alquran,
tujuan perkawinan ada empat, yakni: (1) pencegahan terhadap
penyakit-penyakit jasmani, akhlak, dan rohani (2: 188; 4 : 25); (2)
mendapatkan ketenteraman hati dan untuk memperoleh seorang teman hidup
yang
mau mencurahkan cinta kasihnya (30 : 22); (3) mendapatkan keturunan,
dan (4)
memperluas lingkup kekeluargaan (4: 2). Sekarang, kadangkala salah satu
di
antara atau semua keempat tujuan tersebut di atas itu tidak tercapai
oleh
keadaan hanya beristri seorang; misalnya, istri menjadi penyandang
cacat
seumur hidup, atau, menderita penyakit menular; maka, tujuan perkawinan
itu
pasti tidak akan tercapai, bila orang yang dihadapkan kepada situasi
semacam
itu, tidak mengawini perempuan lain lagi. Memang, tidak ada jalan lain
bagi
dia, kecuali kawin lagi secara sah bila, karena tidak mampu menahan
godaan
nafsu berahi lalu menjalani kehidupan amoral (asusila). Seorang istri
yang
mengidap penyakit menahun, tidak akan mampu menjadi teman hidup yang
baik,
sebab betapa pun patut dihormati dan dikasihi; wujudnya tidak dapat
memberikan ketenteraman hati kepada suaminya, dalam segala hal. Begitu
pula,
jika kebetulan ia mandul, keinginan alami sang suami yang sepenuhnya
beralasan untuk mempunyai keturunan yang akan menjadi penerusnya dan
mengabadikan namanya, tetap tak akan terpenuhi kalau tidak kawin lagi.
Untuk
memenuhi keperluan-keperluan semacam itulah, Islam telah mengizinkan
mengikat tali perkawinan majemuk. Tetapi, jika dalam kasus yang disebut
di
atas, sang suami menceraikan istrinya yang pertama, maka hal demikian
akan
merupakan sesuatu yang memalukan dan membawa kenistaan bagi sang suami.
Sebenarnya tujuan-tujuan perkawinan ganda (poligami) itu, sampai batas
tertentu, sama dengan tujuan-tujuan perkawinan tunggal. Bila salah satu
atau
semua tujuan itu tidak tercapai dengan perkawinan tunggal, maka
perkawinan
poligami menjadi suatu keperluan. Namun, ada beberapa alasan juga yang
kadang-kadang dapat menjadikan seseorang perlu mempunyai seorang lagi
istri
atau lebih, di samping seorang yang sangat mencintai dan cukup memenuhi
tujuan-tujuan perkawinan. Alasan-alasan itu ialah: (a) untuk melindungi
anak-anak yatim; (b) untuk mempersuamikan janda-janda yang layak
bersuami
lagi, dan (c) untuk mengisi kekosongan anggota keluarga laki-laki dalam
suatu keluarga atau masyarakat. Sudah jelas dari ayat yang sedang kita
bahas
ini bahwa poligami diikhtiarkan, pada khususnya, dengan tujuan
melindungi
anak-anak yang terlantar. Dari ayat ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa
ibu
anak-anak yatim yang bernaung di bawah perwalian seseorang, lebih baik
dikawini oleh wali itu sendiri, agar ia menjadi langsung terikat dalam
tali
kekeluargaan dengan mereka, lebih erat perhubungannya dengan mereka,
dan
dengan demikian, lebih dapat mencurahkan perhatian demi kesejahteraan
mereka
daripada ia tidak berbuat demikian. Mempersuamikan janda-janda (24 :
33)
merupakan tujuan lain yang dicapai dengan adanya peraturan poligami.
Orang-orang Islam di zaman Rasulullah s.a.w. senantiasa repot
menghadapi
peperangan. Banyak sekali yang gugur dalam medan perang dan
meninggalkan
janda-janda dan anak-anak yatim, tanpa mempunyai keluarga dekat yang
mengurus mereka. Kelebihan jumlah kaum wanita dari kaum laki-laki dan
luar
biasa banyaknya bilangan anak-anak yatim, tanpa seorang pun yang
mengurus
mereka — sebagai akibat tak terelakkan dari peperangan — menghendaki
agar
perkawinan-perkawin an poligami dianjurkan, guna menyelamatkan Islam
dari
keruntuhan akhlak. Kedua Perang Dunia telah membenarkan peraturan Islam
yang
amat berfaedah ini. Peperangan ini telah meninggalkan wanita-wanita
muda
usia tanpa suami, dalam jumlah yang luar biasa besarnya. Sungguh,
bilangan
kaum wanita yang lebih besar jumlahnya dari pria di dunia Barat —
disebabkan
oleh kehilangan banyak sekali kaum pria, akibat kedua perang dunia itu
—
menjadi penyebab kemunduran akhlak dewasa ini, sehingga menggerogoti
kehidupan masyarakat Barat. Di samping kemungkinan memenuhi keperluan
akan
suami bagi janda-janda muda itu, peraturan poligami juga dimaksudkan
untuk
mengatasi keadaan yang timbul sebagai akibat peperangan bila, di
samping
segi-segi kemunduran lainnya, tenaga laki-laki suatu bangsa menjadi
demikian
langkanya, sehingga timbul bahaya kehancuran total bangsa itu.
Menurunnya
angka kelahiran yang merupakan penyebab penting dari keruntuhan suatu
bangsa, dapat diobati secara jitu, hanya dengan mempergunakan peraturan
poligami. Poligami bukanlah untuk penyaluran keperluan nafsu syahwat,
seperti disalahartikan orang, melainkan merupakan pengorbanan yang
meminta
supaya perasaan pribadi dan sepintas lalu, diberikan untuk kepentingan
umum
atau kepentingan nasional yang lebih luas.
[Non-text portions of this message have been removed]
------------------------ oOo ------------------------
Ya Allah jadikanlah syahid dan syahidah
sebagai gelar sarjana tertinggi kami, Amiin
------------------------ oOo ------------------------
0 comments:
Post a Comment